Jakarta | Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) Tanggapi laporan Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantaran LSM P2NAPAS, melalui Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK RI pada (30/5)
Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK RI, dalam Penjelasannya mengucapkan terimakasih atas peran serta LSM P2NAPAS tentang partisipasinya dalam pembertassan tindak pidana Korupsi.
Direktorat Pelayanan Laporan Masyarakat KPK RI, juga menyampaikan bahwa materi laporan LSM P2NAPAS belum memenuhi kriteria tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, KPK tidak berwenang menangani laporan P2NAPAS, Katanya.
Sebagai informasi, bahwa batasan kewenangan KPK sebagaimana UU No.19 Th 2019 adalah tindak pidana korupsi yang melibatkan penegak hukum/penyelenggara negara, dan menyangkut kerugian negara di atas Rp.1 miliar. Selain itu, batasan kewenangan KPK adalah Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (berikut penjelasannya) UU. No. 28/1999 tentang penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Atas laporan LSM P2NAPAS terkait dengan PT Chevron Pacific Indonesia, Direktorat Pelayanan Laporan Masyarakat KPK RI, menyarankan Untuk melaporkannya Kepada Inspektorat Daerah atau Aparat Penegak Hukum Setempat.
"Silahkan Saudara menghubungi Inspektorat Daerah atau melaporkannya kepada aparat penegak hukum setempat" tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantara (LSM P2NAPAS) resmi laporkan PT CPI Ke KPK, terkait kegiatan PT Chevron Pacipik Indonesia di hutan provinsi.
Diantaranya Hutan Lindung
52,29 Ha
, Hutan Produksi
1.322,73 ha
, Hutan Produksi Konversi
1.284,06 ha
, Hutan Produksi Terbatas
436,01 ha
, Suaka Margasatwa Darat
277,31 ha, Taman Hutan Raya
7,30 ha
, Taman Wisata Alam
22,35 ha tanpa izin dari Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
WK Rokan memiliki luas wilayah 626.000 ha yang berada di lima kabupaten, yaitu
Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan
Hulu dan Kabupaten Kampar.
Dari seluruh luasan tersebut, PT CPI hanya memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan
Hutan (IPPKH) untuk kegiatan eksisting saluran pipa gas Mindal dan sarana
penunjangnya atas nama SKK Migas – PT Chevron Pacific Indonesia seluas ± 9,5 ha
pada kawasan hutan produksi tetap di Kabupaten Siak.
Ketua LSM P2NAPAS juga melaporkan PT Chevron Pacific Indonesia ke KPK diantaranya terkait
1. Biaya Remunerasi Tenaga Kerja Asing PT CPI Tahun 2020 Tidak Sesuai Ketentuan
Sebesar USD1,972,971.99
2. Pengelolaan dan Pemanfaatan BMN Berupa Tanah di Wilayah Kerja Rokan oleh
PT CPI
3. Perubahan Kebutuhan Minimum Peralatan Konstruksi Pada PT SMG Belum
Didukung Oleh Amandemen Kontrak
4. Perubahan Kebutuhan Personil pada Konsorsium PT Singgar Mulia - PT KBR
Belum Didukung Oleh Amandemen Kontrak
5. Peralihan Operator Wilayah Kerja Rokan Berpotensi Menimbulkan Permasalahan
Aset Atas Pembangkit Listrik yang Dimiliki Oleh PT MCTN Sebagai Pemasok
Utama Kebutuhan Tenaga Listrik dan Uap untuk Steam Flood Project di Lapangan
Duri
.
Ahmad Husein
menilai, kegiatan PT CPI tersebut tidak sesuai dengan :
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tanggal 10 Agustus 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pada:
1) Pasal 38 ayat (1) menyatakan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di
dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.
2) Pasal 38 ayat (3) yang menyatakan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh
Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta
kelestarian lingkungan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pada Pasal 33
ayat (3.a) yang menyatakan bahwa kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapat
dilaksanakan pada tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum,
sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milik masyarakat
adat.
(Arman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar