RM86,Jakarta | Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas Aman (LSM P2NAPAS) Pertanyakan lahan pasca tambang PT Bukit Asam Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat.
Diketahui Kegiatan reklamasi area paska tambang telah selesai dilaksanakan PT BA dan telah
dilakukan serah terima dari GM Unit Pertambangan Ombilin (UPO) kepada Walikota
Sawahlunto dengan Berita Acara Nomor: 01/BA/Eks-234/PL.01.03/IV/2008 tanggal
7 April 2008.
Lahan paska tambang tersebut telah dimanfaatkan oleh Pemkot Sawahlunto dan
masuk dalam Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 7 tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto. Meski demikian, penguasaan lahan
tersebut masih berada pada PT Bukit Asam karena sesuai ketentuan yang berlaku saat
itu, yaitu KMK Nomor: 89/KMK.013/1991 pada Pasal 7 menyatakan antara lain
permohonan persetujuan diajukan Direksi BUMN kepada Menteri Keuangan dengan
tembusan kepada Dewan Komisaris/Dewan Pengawas.
Namun demikian, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat melalui surat Nomor B-
2531/N.3.1/Gs.1/11/2014 tanggal 13 November 2014 memberikan pendapat hukum
bahwa lahan seluas 393,45 ha tersebut merupakan tanah Negara yang dikuasai PT
Bukit Asam dan dapat dilakukan pengalihan/pemindahtanganan kepada Pemerintah
Kota Sawahlunto dengan persetujuan dari Menteri BUMN selaku wakil Pemerintah
sebagai pemegang saham PT Bukit Asam. Pengalihan hak penguasaan lahan tersebut
pada prinsipnya tidak melepaskan status tanah tersebut sebagai tanah Negara sehingga
tetap menjadi kekayaan Negara.
Berdasarkan surat Nomor 28/Eks-252000000G/HK.02/I/2018 tanggal 31 Januari 2018
diketahui bahwa diketahui PT Bukit Asam memberi peringatan kepada sebuah perusahaan
pengembang karena melakukan kegiatan tanpa seijin PT Bukit Asam di atas sebagian
lahan paska tambang yang berlokasi di Desa Kolok Mudik, Sawahlunto.
Perusahaan
pengembang diketahui memberikan jawaban bahwa lahan tersebut adalah milik pihak
lain, bukan PT Bukit Asam, berdasarkan lima Sertifikat Hak Milik (SHM) yang
dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Sawahlunto.
Saat ini, para tergugat sedang
melakukan upaya kasasi di Mahkamah Agung.
Kedua Sebanyak 15 unit aset tanah dan bangunan milik PT Bukit Asam seluas 32.753,51 m2
di Kota Sawahlunto disewakan kepada Pemerintah Kota Sawahlunto dengan total
pembayaran sewa dibayar dimuka sebesar Rp858.784.000,00. Namun perjanjian
sewa-menyewa tersebut sudah berakhir di tahun 2018 dan 2019 dan belum ada
pembaruan perjanjian pemanfaatan tanah dan/atau bangunan.
Dan Sebanyak 793 unit bangunan milik PT Bukit Asam seluas 130.316,85 m2 di Kota
Sawahlunto ditempati masyarakat perorangan tanpa perjanjian sewa atau pinjam
pakai, dan 308 unit diantaranya belum dilakukan pengukuran luas bangunan.
Ahmad Husein Ketua LSM P2NAPAS mempertanyakan Terkait pengolahan aset, bangunan serta lahan PT Bukit Asam pasca tambang, saat ini di kuasai pihak lain
bahkan berpotensi kehilangan aset tetap karena permasalahan
hukum.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata
Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN yang diubah
dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-09/MBU/2012 tanggal 6 Juli 2012,
c. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang
Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Bab V, Pasal 24, Ayat (2) menyatakan
Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi
Produksi, dan IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian dalam
mengeluarkan biaya didasarkan pada asas kewajaran dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan
Batubara, Pasal 3 ayat (4) yang menyebutkan bahwa tata kelola pengusahaan pertambangan dalam Kaidah pertambangan yang baik meliputi pelaksanaan aspek antara lain: b.
Keuangan dan d. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi;
( Arman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar